Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Pelestarian cagar budaya di Surabaya berhasil diklasifikasi

Format : Artikel

Impresum
Pemprov. Jatim. Dinas Komunikasi dan Informatika - : , 2009

Deskripsi
Sumber:
www.jatimprov.go.id: Kamis, 13 Agustus 2009
http://www.jatimprov.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=5308&Itemid=80

Isi:

Pelestarian cagar budaya di Kota Surabaya mendesak dilakukan. Dikarenakan, dari total 163 cagar budaya, baru sekitar 10 persen cagar budaya yang berhasil diklasifikasikan. (dra)

Penulis buku sejarah Kota Surabaya, Dukut Imam Widodo di acara Pelestarian Bangunan dan Situs-Situs Bersejarah di Kota Surabaya, di Fisip Unair Surabaya, Rabu (12/8) sore mengatakan, hingga saat ini, pengelompokkan jenis cagar budaya masih berjalan. "Saat ada masalah, studi tentang cagar budaya tertentu baru dilakukan. Padahal pengelompokan secara detil pada tiap cagar budaya sangat penting agar tolak ukur nilai kesejarahan sebuah benda atau bangunan jelas," ujarnya.
Ia menanambahkan, untuk menggolongkan semua cagar budaya, dibutuhkan studi yang mendalam, mulai dari nilai kesejarahan, perjuangan, arsitektur, dan kebudayaan. Beberapa cagar budaya yang telah berhasil diklasifikasikan, yakni Stasiun Kereta Api Semut, Hotel Majapahit, dan Gedung Wismilak.
Pada 1996, Dinas Pariwisata Kota Surabaya telah menetapkan 61 cagar budaya. Dua tahun kemudian, ditetapkan cagar budaya baru sebanyak 102 sehingga total cagar budaya di Kota Surabaya sebanyak 163 bangunan. Namun demikian, hingga saat ini belum ada pengklasifikasian final tentang kriteria kesejarahan masing-masing cagar budaya tersebut.
Ditemui ditempat terpisah, Pelaksana Harian Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya, Wiwiek Widayati mengatakan, sejak 7 Juli 2008, pemerintah Kota Surabaya membentuk tim cagar budaya yang berjumlah 10 orang. Tim yang terdiri dari para ahli sejarah, budaya, bangunan, hingga arsitektur ini bertugas memberikan pertimbangan kepada pemerintah kota Surabaya untuk mengambil kebijakan terhadap penjagaan kelestarian cagar budaya. "Setiap rencana pembangunan harus selalu dikonsultasikan dengan tim. Selama ini, pengklasifikasian cagar budaya masih dilakukan pada kondisi tertentu atau kasus per kasus," ujarnya.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surabaya No 5/2005 tentang Pelestarian Bangunan dan Lingkungan Cagar Budaya, ada empat golongan cagar budaya yaitu golongan A, B, C, dan D.
Bangunan cagar budaya golongan A adalah bangunan cagar budaya yang harus dipertahankan dengan cara preservasi atau dilarang dibongkar dan diubah.
Bangunan cagar budaya golongan B adalah bangunan cagar budaya yang dapat dipugar dengan cara restorasi, reh abilitasi, atau rekonstruksi. Sedangkan cagar budaya golongan C adalah bangunan yang dapat dipugar dengan cara revitalisasi atau adaptasi dan golongan D adalah bangunan cagar budaya yang keberadaannya dianggap membahayakan lingkungan sekitar sehingga harus dibongkar.

Sanksi Terlalu Ringan
Sanksi terhadap perusakan atau perombakan cagar budaya sangat ringan. Karena itu, pelestarian cagar budaya sangat tergantung pada kesadaran dan kepedulian masyarakat Kota Surabaya terhadap benda atau bangunan warisan bersejarah.
Berdasarkan UU No 5/1992 tentang Benda Cagar Budaya, sanksi untuk para pelaku perompakan cagar budaya hanya berupa denda sebesar Rp 50 juta hingga Rp 100 juta. Sanksi ini tak sebanding dengan nilai sejarah yang disampaikan sebuah cagar budaya.
Di Surabaya, tercatat 163 bangunan cagar budaya, yang terdiri dari rumah tinggal, toko, kantor, tempat ibadah, hingga alun-alun. Tanpa adanya kepedulian dan rasa handarbeni (rasa memiliki) dari masyarakat setempat, maka saksi sejarah Kota Surabaya tersebut terancam hilang. (dra/p)

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved