Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Penghuni rusun butuh payung hukum

Format : Artikel

Impresum
- : , 2009

Deskripsi
Sumber:
Kompas.com: Jumat, 21 Agustus 2009
http://properti.kompas.com/read/xml/2009/08/21/16155179/penghuni.rusun.butuh.payung.hukum

Isi:

JAKARTA, KOMPAS.com — Peraturan yang berlaku saat ini belum seluruhnya mengakomodasi kepentingan penghuni rusun, baik menengah atas maupun bawah (rusunami), terutama apabila terjadi perselisihan (dispute) dengan pengembang.

"Kalaupun ada peraturan masih berupa kesepakatan penghuni dengan pengembang rusun," ungkap praktisi hukum properti, Erwin Kallo, dalam seminar bertajuk "Implementasi dan Permasalahan Hukum Pengelolaan Rusun di Indonesia".

Erwin mengatakan, kalaupun terjadi penyelesaian masing-masing pihak mengacu peraturan yang ada sehingga membutuhkan waktu lama yang sebenarnya tidak perlu.

Problem ini sebenarnya sudah dirasakan sejak lama, tetapi baru meledak akhir-akhir ini, bahkan beberapa kasus perselisihan sudah ada yang diselesaikan melalui pengadilan, jelasnya.

Erwin mengatakan, penghuni yang dirugikan biasanya disebabkan tidak cermat dalam mempelajari perjanjian sehingga ke depan memang dibutuhkan peraturan untuk melindungi penghuni rusun.

Sedangkan Guru Besar Hukum Universitas Indonesia Prof Arie Sukanti Hutagalung, SH, MLI mengatakan, peraturan di luar negeri seperti di New South Wales, pemilikan properti hanya bangunan tidak berikut tanah.

Sementara di Indonesia masih menganut pemilikan properti harus berikut tanah yang sebenarnya sulit diterapkan untuk rusun, di sinilah butuh payung hukum baik undang-undang maupun peraturan pemerintah sebagai penjabarannya.

Persoalannya, kata Arie, untuk membuat undang-undang rusun itu sulit untuk dapat direalisasikan, padahal dirinya pernah dilibatkan sebagai tenaga ahli dalam pembuatan drafnya.

"Waktu itu bahkan sudah sampai tahap final di DPR-RI, tetapi entah mengapa tidak dapat diwujudkan, sehingga akhirnya terpaksa dituangkan dalam bentuk Keppres," jelasnya.

Hal yang sama juga dialami dalam mengamandemen UU Agraria yang drafnya sudah selesai dibuat, tetapi tidak kunjung direalisasikan, padahal merupakan produk lama yang sudah tidak tepat dengan perkembangan saat ini, paparnya.

Erwin mengingatkan, apabila Indonesia ingin meningkatkan nilai tambah di sektor ini maka harus dilakukan perubahan peraturan. Kalau tidak kondusif maka sulit mengharapkan sektor ini tumbuh pesat.

Sebagai gambaran dengan unit rusun Rp 400 juta di Indonesia, di Malaysia harganya sudah Rp 1 miliar, padahal sektor ini menyumbang iklan nomor dua terbesar di Indonesia setelah rokok, kata Erwin Kallo.

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved