Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Terminal bayangan UKI bukti semrawutnya sistem transportasi

Format : Artikel

Impresum
- : , 2009

Deskripsi
Sumber:
Kompas: Rabu, 27 Mei 2009 | 12:15 WIB
http://megapolitan.kompas.com/read/xml/2009/05/27/12152487/Terminal.Bayangan.UKI.Bukti.Semrawutnya.Sistem.Transportasi

Isi:

JAKARTA, KOMPAS.com — Ada keanehan yang terjadi di Terminal Baranangsiang, Bogor, Jawa Barat, Rabu (27/5) pagi ini. Deretan bus yang menuju Bekasi melewati Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta tampak sepi. Bus Agra dengan warna merah mencolok pun tak terlihat.

"Iya hari ini katanya jalur ke UKI ditutup polisi," kata kernet bus Maya Sari jurusan Bogor-Karawang.

Menurutnya, berita ini tidak menyenangkan. "Delapan puluh persen penumpang berhentinya di UKI. Yang lanjut ke Karawang tidak lebih dari 10 orang. Kalau ditutup bagaimana ngejar setorannya," ungkapnya.

Itulah yang akhirnya membuat bus warna hijau itu nekat melaju membawa penumpangnya yang penuh ke arah UKI, juga membawa Kompas.com yang hendak pergi ke kantornya di Jakarta. Benar saja, ketika bus melintasi pintu keluar tol memasuki UKI, bus diarahkan polisi untuk menepi.

Di sana para penumpang diminta turun. Sekitar 90 persen penumpang turun di UKI, sedangkan sopir tampak diproses polisi. Selain ada beberapa mobil polisi, juga ada 2 mobil derek kepolisian yang standby di pintu keluar tol tersebut.

Yayat Supriyatna, dosen Planologi Universitas Trisakti yang berada di bus yang sama, meyakini, pengalihan ini hanya akan sementara. "Ah, pasti tidak lama. Tahan berapa lama sih. Karena kebutuhannya (penumpang) banyak. Cuman shock therapy aja," kata Yayat, dalam perjalanan ke Grogol setelah turun di UKI dengan menumpang bus P6 jurusan Kampung Rambutan-Grogol menuju kantornya.

Lebih lanjut ia mengatakan, tindakan para polisi ini menunjukkan kegagalan dalam membangun sistem transportasi. "Tidak ada interkoneksi sistem transportasi antara Jakarta dengan kota sekitarnya," kata Yayat yang juga pengamat tata kota ini.

Menurutnya, Departemen Perhubungan seharusnya mengatur sistem transportasi dalam satu sistem untuk Jabodetabek. "Sayangnya, pemerintah tidak mengatur sejak awal. Ini kan bus antarkota dan antarprovinsi. Seharusnya, menteri perhubungan mengaturnya. Kalau masing-masing daerah mengatur ya kacau seperti ini," ungkap Yayat.

Sistem pasar

Karena pemerintah tidak menerapkan sistem terpadu maka yang terjadi selama ini, katanya, yang mengatur adalah sistem pasar. "Masyarakat membutuhkan transportasi yang cepat dan murah dan perusahaan melihat kebutuhan itu. Maka terbentuklah terminal bayangan di UKI," tutur Yayat.

Dengan ditutupnya jalur UKI maka bus dari Bogor ke Bekasi, Karawang atau Cikampek harus berhenti di Terminal Kampung Rambutan. "Kalau orang harus ke Kampung Rambutan terlalu jauh. Kita harus menambah 1 jam perjalanan," katanya.

"Kebijakan ini tidak diikuti solusi alternatif. Dilakukan mendadak. Ini tidak mengherankan karena kita bekerja tidak berdasarkan sistem tapi trial and error," tambah dia.

Sekali lagi, tambahnya, dengan cara seperti ini yang menjadi korban adalah masyarakat. Jika tidak ada sistem terpadu dan kebijakan alternatif, masih dari Yayat, akan memunculkan masalah baru. "Di UKI akan semakin banyak kendaraan gelap yang selama ini telah berjalan, karena pasarnya menjanjikan," katanya.

Yang dimaksud kendaraan gelap adalah mobil jenis carry berpelat hitam yang kerap beroperasi lewat tengah malam, melayani jurusan UKI-Bogor atau UKI-Bekasi.

Yayat menawarkan solusi terhadap persoalan ini. "Pemerintah pusat mesti berkoordinasi dengan pemerintah daerah terkait untuk menangani sistem transportasi antarwilayah, antardaerah. Sistem terpadu yang tidak merugikan masyarakat, jangan membuat masyarakat menambah waktu di jalan, mengeluarkan ongkos lebih banyak dan masih terjebak macet," pungkas Yayat.

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved