Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Menjelajah rawa pening di Tuntang

Format : Artikel

Impresum
Pradaningrum Mijarto - : , 2009

Deskripsi
Sumber:
Kompas: Senin, 5 Oktober 2009 | 11:09 WIB
http://www.kompas.com/readkotatua/xml/2009/10/05/11092495/Menjelajah.Rawa.Pening.di.Tuntang

Isi:

"Kereta membawa kami ke persawahan yang luas menuju Stasiun Kedong Djati di mana terdapat bar dan menjadi stasiun pergantian menuju Ambarawa, menaiki pegunungan. Di Ambarawa ada "Hotel di Atas" yang jauh lebih baik daripada "Hotel di Bawa". Di sore hari ketika cuaca semakin sejuk, alangkah nyaman berkendara keliling kota melewati Fort Willem I.

Kemudian menikmati keelokan Air Terjun Toentang, dengan kereta, menuju Stasiun Toentang. Dari Ambarawa kita bisa juga menuju Magelang melintasi pemandangan tiga gunung, Merbaboe, Telomojo, dan Oengaran."

Demikian gambaran tentang indahnya pemandangan alam Pulau Jawa di sekitar awal abad 20, tahun 1900, yang bisa dilihat melalui kereta. Jika dilihat secara keseluruhan, sebetulnya tulisan di atas adalah bagian dari semacam buku panduan wisata dari pengalaman langsung si penulis yang sudah menjelajah Indonesia.

Buku berjudul Guide Through Netherlands India, compiled by order of the Koninklijke Paketvaart Maatschappij (Royal Packet Company) (1903) ditulis oleh JF van Bemmelen dan GB Hooijer. Buku ini semula tertulis dalam bahasa Belanda namun kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.

Tuntang, terletak di antara Ambarawa dan Salatiga, tak hanya beken dengan stasiun tua dan air terjun tapi juga sebuah danau yang mengingatkan masa kanak- kanak kita tentang legenda bocah yang menarik sebatang lidi. Lidi tadi menancap ke tanah dan ketika bocah sakti tadi mencabut lidi itu maka seluruh daratan berubah menjadi danau yang kemudian diberi nama Rawa Pening.

Stasiun peninggalan Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NV NISM) itu kini sudah tak lagi beroperasi. Jalur yang dilalui pun sudah mati. Kini yang berhenti di stasiun ini hanyalah lori wisata dari Ambarawa- Tuntang dan sebaliknya. Stasiun ini terletak di jalur kereta api yang juga tua, Kedungjati-Bringin-Tuntang-Ambarawa-Jambu-Bedono. Semula jalur ini menghubungkan Semarang-Solo lewat Stasiun Gundih serta menghubungkan jalur kereta ke Magelang yag juga sudah tak beroperasi.

Hingga kini, keelokan panorama di jalur Ambarawa-Tuntang masih awet seperti yang dikisahkan Bemmelen dan Hooijer seabad silam. Demikian pula dengan pemandangan perkebunan kopi dan karet yang kini dijadikan Agrowisata Tlogo. Dari perkebunan peninggalan Tlogo Maatscappij Amsterdam pada 1856 ini, bukan hanya Danau Rawa Pening yang terbentang tapi juga panorama Gunung Merbabu, Merapi, Telomoyo dan Ungaran. Dari Bedono, perkebunan kopi Losari juga menjanjikan sensasi yang tak kalah cantik.

Ada rencana PT Kereta Api (KA) menghidupkan kembali jalur mati tersebut untuk keperluan transportasi sekaligus wisata jalur kenangan. Jika itu terjadi, tentu tantangan baik bagi PT KA maupun penyedia wisata dan akomodasi untuk lebih meningkatkan potensi dan pelayanan mereka.

WARTA KOTA

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved