Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Angkutan massal lambat dibangun : Sulit menarik minat investor

Format : Artikel

Impresum
- : , 2009

Deskripsi
Sumber:
Kompas: Rabu, 16 September 2009 | 04:10 WIB
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/16/04102172/angkutan.massal.lambat.dibangun..

Isi:

Jakarta, Kompas - Pembangunan transportasi massal bagi penumpang maupun barang di Indonesia sangat lambat. Akibatnya, masyarakat sering kali mengalami hambatan saat bepergian karena tidak ada transportasi massal yang bisa diandalkan.

Ahli transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijowarno, dan anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta, Tubagus Haryo Karbyanto, Selasa (15/9), secara terpisah menyatakan, Indonesia terlambat membangun transportasi massal karena hal ini dipandang hanya sebagai proyek.

Pembangunan transjakarta, misalnya, kata Tubagus, seolah terhenti. Begitu pula pembangunan bus rapid transit (BRT) di kota-kota seperti Bandung dan Semarang.

"Ini karena pemerintah sekadar membeli bus, lalu langsung dihibahkan kepada pemerintah kota. Tak ada transfer ilmu transportasi atau pembelajaran untuk mengembangkan BRT. Akibatnya, kota-kota itu tak dapat mandiri membangun jaringan baru dengan cepat," ujar Tubagus.

Kadang hambatan pembangunan transportasi massal hanya karena soal sepele, terputusnya komunikasi. "Di Semarang ada bus BRT ditangkap polisi saat uji coba karena pelatnya belum diubah jadi kuning. Polisi dan Pemkot Semarang kan sama- sama pemerintah, mengapa tak komunikasi," ujar Djoko.

Indonesia, Djoko menegaskan, butuh pembangunan transportasi massal secara besar-besaran karena kemacetan di kota-kota besar sudah sangat parah.

"Departemen Perhubungan telah mengumumkan pemenang tender mass rapid transit (MRT) di Jakarta. Harusnya, tak perlu ditunggu MRT selesai dibangun baru menender jalur MRT lain. Segera menender jalur MRT lainnya," kata Djoko.

China tak hanya membangun transportasi massal di Beijing, ibu kota negara, tetapi juga secara paralel di 14 kota lain, seperti Shanghai, Guangzhou, Chongqing, Dalian, Changchun, Wuhan, dan Nanjing.

Politik transportasi

Menurut Tubagus Haryo, pangkal dari lambatnya pembangunan transportasi adalah lemahnya politik transportasi di Indonesia. "Keberpihakan atas transportasi sangat lemah. Ini diperparah dengan birokrasi yang berbelit dan mekanisme anggaran yang berlarut-larut," kata Tubagus.

Jakarta, misalnya, lanjut Tubagus, tak memiliki cetak biru transportasi, lengkap dengan target-target waktu yang jelas. "Yang ada pola transportasi makro Kota Jakarta yang bentuknya surat keputusan," ujarnya.

Padahal, surat keputusan saja belum dapat menjamin suatu rencana transportasi bisa berkelanjutan.

Untuk mempercepat pembangunan infrastruktur transportasi dibutuhkan peran investor. "Masalahnya, bila keberpihakan pemerintah tak terlihat jelas, mana mau investor menanamkan modal," ujar Tubagus.

KA pun terabaikan

Persoalan yang sama terjadi pada moda transportasi kereta api. "Pemerintah sangat lambat mengerjakan tugasnya membenahi prasarana. Jadi, jangan terlalu berharap ada investor menanamkan modal di sektor ini," kata peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Taufik Hidayat.

Taufik menjelaskan, tidak berpihaknya pemerintah kepada pengembangan kereta api (KA) terlihat antara lain dari anggaran untuk KA.

Semula dijanjikan dana revitalisasi KA Rp 19 triliun, tetapi realisasinya hanya Rp 10 triliun-Rp 11 triliun. "Kurang dari yang dijanjikan," ujar Direktur Jenderal Perkeretaapian Tundjung Inderawan.

Taufik mengingatkan, industri KA adalah industri berat, padat modal, dan butuh waktu lama untuk membangunnya. "KA di Indonesia selama 40 tahun dilemahkan oleh persaingan dengan truk hingga dilupakan pemerintah terdahulu. Kalau hanya disuntik dana Rp 3 triliun-Rp 4 triliun, tak akan cukup," ungkapnya. (RYO)

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved