Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Menara sejarah maritim miring : Mendesak, konservasi untuk Museum Bahari

Format : Artikel

Impresum
- : , 2009

Deskripsi
Sumber:
Kompas: Rabu, 7 Oktober 2009

Isi:

JAKARTA, KOMPAS – Kondisi sejumlah bangunan kuno di kompleks Museum Bahari, Jakarta Utara, memprihatinkan. Bahkan, salah satu bangunan, yakni Menara Syahbandar yang dibangun tahun 1839, mengalami kemiringan 2,5 derajat.

Kepala Seksi Koleksi dan Perawatan Museum Bahari Muhammad Isa Anshari, Selasa (6/10) di Jakarta, mengatakan, kemiringan menara itu sudah diketahui sejak tahun 2002. Waktu itu, pengelola museum bekerja sama dengan CV Lenggo Geni untuk meneliti struktur menara.

"Penelitian itu menunjukkan Menara Syahbandar miring 2,5 derajat ke arah selatan atau menghadap ke Jalan Pasar Ikan. Kemiringan itu terjadi akibat permukaan tanah di bawah menara turun," kata Isa.

Isa memperkirakan kemiringan itu bakal bertambah dari tahun ke tahun. Untuk mengetahui hal itu dan cara penanganannya, pengelola museum telah mengajukan proposal penelitian lanjutan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Penelitian itu membutuhkan dana Rp 200 juta. Saat ini dana tersebut telah diajukan ke APBD Perubahan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

"Kami berharap dana itu dapat dicairkan sehingga penelitian dapat segera dilakukan. Kami juga meminta agar setelah diteliti pemerintah mau menganggarkan dana untuk merenovasi menara," kata Isa.

Kepala Bagian Tata Keuangan Museum Bahari Abdillah mengatakan, pengelola museum tidak mampu merenovasi menara itu sendiri. Selama ini perawatan dan pengelolaan museum masih bergantung pada APBD Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

"Pada tahun 2008 dan 2009, pemerintah memberikan dana Rp 1 miliar. Dana itu antara lain dipergunakan untuk merawat museum dan koleksinya serta membayar pegawai museum," ujar Abdillah.

Menara Syahbandar dibangun oleh Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), perusahaan dagang Belanda, pada 1839. Bangunan yang terletak di dekat Teluk Jakarta itu berfungsi untuk mengawasi keluar-masuk kapal, terutama kapal-kapal niaga.

Saat ini Museum Bahari dan Menara Syahbandar menjadi salah satu tempat tujuan wisata sejarah maritim. Kedua bangunan kuno itu masuk sebagai benda cagar budaya karena berusia lebih dari 50 tahun.

Konservasi museum

Bangunan kuno lain yang perlu dikonservasi adalah Museum Bahari yang di beberapa bagian terlihat ada gejala kerusakan dan pelapukan. Menurut penjaga sekaligus pemandu Museum Bahari, Sukma Wijaya (45), pengait dan gerendel kusen jendela banyak yang terlepas. Tiang dan rangka penyangga museum juga sudah keropos.

Selain itu, lantai dan tembok museum juga lembab. Kondisi itulah yang mengakibatkan benda-benda koleksi yang terbuat dari kayu mudah berjamur.

"Sejumlah pengunjung kerap kali memberikan masukan agar pengelola museum membenahi kerusakan-kerusakan itu sebelum kondisinya semakin parah," kata Sukma.

Sama halnya dengan Menara Syahbandar, Museum Bahari juga dibangun VOC. Pembangunan itu dilakukan secara bertahap pada 1652-1774.

Waktu itu VOC menggunakan bangunan itu sebagai gudang rempah-rempah. Pada zaman Jepang, gedung itu beralih fungsi menjadi gudang peralatan militer. Pada zaman kemerdekaan, bangunan tersebut dimanfaatkan untuk gudang logistik PLN.

Oleh sebab itu, Direktur Akademi Maritim Pembangunan Jakarta Imam Sadjiono meminta pemerintah melakukan konservasi Menara Syahbandar dan Museum Bahari secara bertahap. Hal ini mendesak dilakukan untuk melestarikan cagar budaya tersebut sebagai salah satu saksi sejarah sejarah maritim Indonesia.

"Menara dan museum itu bukan hanya sekadar tempat wisata, tetapi juga merupakan wahana pembelajaran dan penelitian bagi generasi muda dan mendatang," kata Sadjiono. (HEN)

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved