Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Memelihara spirit jaga lingkungan

Format : Artikel

Impresum
- : , 2009

Deskripsi
Sumber:
KOmpas: Kamis, 10 September 2009 | 09:41 WIB
http://properti.kompas.com/read/xml/2009/09/10/0941044/memelihara.spirit.jaga.lingkungan

Isi:

KOMPAS.com - Gagasan tentang perlunya menjaga kualitas lingkungan hidup di negeri ini sudah dihidupkan sejak lebih 30 tahun lalu. Ratusan lembaga swadaya masyarakat didirikan sebagai perwujudan kepedulian pada lingkungan. Ada LSM galak, ada yang lembut dan ada pula yang tanpa aktivitas apapun kecuali mengirim rilis ke pelbagai media tentang keprihatian kerusakan lingkungan.

Apakah dengan berdirinya lembaga pemerintah dan nonpemerintah itu lingkungan hidup otomatis tertangani dengan baik? Jawabannya bisa ya, bisa tidak. Kerusakan lingkungan menghebat luar biasa, hutan yang tahun 1980 masih lebih kurang 30 juta hektar, kini tak cukup sepuluh juta hektar.

Di beberapa daerah, sudah terjadi proses penggurunan yang hebat, terutama di Pulau Jawa, Sumatera dan Nusa Tenggara Timur. Di Pulau Flores, Timor dan Sumbawa, malah proses penggurunan itu sudah demikian hebat sehingga di beberapa titik, tanaman sudah sulit tumbuh. Kalau tak ada tindakan cepat, dalam beberapa tahun mendatang, Indonesia benar-benar akan mempunyai gurun, sebagaimana dimiliki Afrika, China, Israel, Amerika Serikat dan sebagainya.

Atas nama pembangunan infrastruktur, dan perluasan permukiman untuk manusia, sawah ladang dikonversi menjadi jalan tol, sekolah, gedung bertingkat, pusat belanuja, dan pusat hunian manusia. Atas nama pembangunan pula, hutan dikonversi menjadi perkebunan, permukuman dan infrastruktur. Di sisi lain, penindakan terhadap pelanggar lingkungan, terutama terhadap industri sangat longgar.

Pemerintah, juga swasta menyadari hal ini dan mencoba berbuat optimal, tetapi tampaknya belum banyak memberi hasil. Pemberian anugerah lingkungan; dalam beragam jenis juga dilakukan, namun belum optimal. Langkah lebih konkret dan betuknya riil, mungkin perlu digalakkan.

Dalam konteks itulah, pribadi-pribadi yang hirau lingkungan, maupun sejumlah korporat swasta yang peduli pada pelestarian lingkungan, mendirikan organisasi cinta lingkungan di bidang properti Green Building Council Indonesia. Organisasi nirlaba yang diketuai Naning Adiwongso ini secara persuasif mengajak seluruh pengembang mengerjakan proyeknya dengan pendekatan lingkungan yang sesungguhnya.

Pendekatan lingkungan di sini tidak bisa hanya diterjemahkan sebagai menanam pohon sebanyak-banyaknya, membuat drainase yang rapi, sumur resapan dan sebagainya. Pendekatan lingkungan di sini sudah lebih maju beberapa tapak. Pengembang sudah diajak untuk membuat toilet yang sangat bersih tetapi hemat air. Lalu, shower (mandi) tampak deras menerpa tubuh manusia, tetapi sebetulnya hemat penggunaan air hingga 50 persen. Air rumah tangga yang dibuang, disaring lagi dalam beberapa tahapan sehingga layak digunakan untuk cuci mobil, dan menyiram tanaman.

Atau air hujan yang tumpah dari langit tidak langsung dialirkan ke sungai/laut, tetapi ditampung (dengan tingkat penguapan sangat sedikit). Air tampungan tersebut akan untuk digunakan pada saat yang tepat.

Material yang digunakan pun harus super ramah lingkungan. Genteng, keramik, ubin, pasir, semen, bata, kertas, papan, kayu dan kaca yang dipakai mutlak melalui proses pembuatan yang ramah lingkungan. Adapun energi yang dipakai, mutlak sesedikit mungkin menggunakan. bahan bakar tak terbarukan. Lebih disukai pengembang yang sudah mulai . menggunakan energi panas bumi, energi matahari, uap atau air. Tak ada tawar menawar dalam hal ini.

Eksekutif properti AH Marhendra yang menjadi salah seorang pendiri organisasi itu menyatakan, lembaga ini mendapat respon sangat positif dari pelbagai korporat. Dari kalangan pengembang terdapat sejumlah nama, di antaranya Grup Agung Podomoro, Grup Ciputra, SpringHill, Agung Sedayu, Intiland dan Summarecon. Dari kalangan perusahaan besar lain di antaranya terdapat beberapa nama seperti Pertamina, PLN, Philips, Toto, Holcim, dan sebagainya.

Perusahaan yang terbukti sangat pro lingkungan (berdasarkan ranking) akan memperoleh sertifikasi green, silver, gold dan (tertinggi) platinum.

"Semua perusahaan pasti ngiler pada sertifikasi tertinggi, platinum," ujar Marhendra. Begitu memperoleh sertiflkasi itu, reputasi perusahaan peraih platinum akan makin melambung. Secara marketing is meraih tangga tertinggi pula.

Akan tetapi, katanya, untuk memperoleh sertifikasi ini syaratnya, luar biasa berat bagi perusahaan. Meraih sertifikat gold saja sudah sangat luar biasa. Di luar negeri, pengsertifikasian seperti ini lumrah dilakukan. Gede Widiade, salah seorang direktur Green Building Council Indonesia menyatakan, organisasi nirlaba ini berbentuk perkumpulan yang didirikan perseorangan dan badan usaha berlatar belakang berbeda-beda.

Perusahaan yang bergabung seluruhnya hirau pada pelestarian lingkungan. Para pendiri terdiri atas 50 personel yang memiliki pengalaman dan perusahaan yang berbeda-beda. Mengutip pasal 11 organisasi itu, Gede menyatakan Green Building menyelenggarakan sejumlah misi, di antaranya pembudayaan prinsip hemat sumberdaya alam, teknologi bangunan, tanggap ekologi dan tatanilai berbasis estetika lingkungan.

"Pengembangan kerjasama dengan pihak lain untuk terwujudnya bangunan ramah lingkungan di Indonesia melalui program sertifikasi," ujar Gede.

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved