Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Lintas Sulawesi Rusak Parah, Ekonomi Biaya Tinggi Ditanggung Masyarakat dan Pengusaha

Format : Artikel

Impresum
- : , 2008

Deskripsi
Sumber:
Kompas: Senin, 22 Desember 2008 | 00:17 WIB
http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/12/22/00175999/lintas.sulawesi.rusak.parah

Isi:

Makassar, Kompas - Kerusakan jalan antarprovinsi di Pulau Sulawesi dirasakan semakin parah akibat kondisi tanah yang labil dan guyuran hujan deras dalam beberapa pekan terakhir.

Sekitar 1.706 kilometer jalan yang membentang dari Provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan sulit dilalui kendaraan roda empat, termasuk bus dan truk, sehingga berdampak terhadap ekonomi biaya tinggi.

Dalam pemantauan Kompas pada 12-21 Desember lalu di Sulawesi Barat, ruas Mamuju Utara-Mamuju sepanjang 280 kilometer, pada titik tertentu kondisinya berlumpur menyerupai kubangan kerbau. Jalan selebar 6-7 meter yang semula beraspal berubah jadi bubur jalan tanah setelah lapisan batu dan aspalnya terbongkar.

Di Sulawesi Tengah, di poros Buol-Parigi Moutong, fisik jalan sepanjang 40 kilometer tak hanya hancur, tetapi pada titik tertentu tertimbun longsoran material batu dan tanah setinggi 1 meter dari tebing kiri-kanan jalan.

Ruas Pasangkayu di Kabupaten Mamuju Utara-Mamuju, Sulbar, yang panjangnya 280 kilometer, harus ditempuh 10 jam dengan kendaraan roda empat. Padahal, dalam kondisi jalan baik, paling lama ditempuh 4 jam.

Ruas jalan Palu (Sulteng)-Mamuju (Sulbar) sepanjang 400 kilometer harus ditempuh selama 14-15 jam, dua kali lipat dari waktu normal.

Secara umum, dari sekitar 1.706 kilometer total panjang jalan lintas empat provinsi yang rusak tersebut, titik-titiknya tersebar di Sulut sepanjang 123 km, Sulteng (774 km), Sulbar (452,8 km), dan Sulsel (357 km). Namun, kerusakan jalan (dibangun tahun 1980-awal 1990-an) itu tak diimbangi ketersediaan anggaran perbaikan di daerah.

Ekonomi biaya tinggi

Berbagai kalangan melukiskan, kerusakan infrastruktur jalan telah merugikan masyarakat dan khususnya pengusaha. Pemimpin Bank Indonesia Makassar Rizal A Djaafara mengungkapkan, kerusakan jalan antardaerah akan berbuntut terhadap seretnya distribusi barang dan jasa memicu inflasi.

November 2008, laju inflasi di Sulsel mencapai 12,96 persen, lebih tinggi dari laju inflasi nasional (11,68 persen). Salah satu penyebabnya adalah faktor distribusi tersebut. "Pengusaha yang menanggung beban biaya transportasi kemudian menimpakan kepada distributor dan konsumen. Kerusakan infrastruktur menghambat pertumbuhan ekonomi," kata Rizal.

Ketua Dewan Pengurus Wilayah Organda Sulsel Opu Sidik menyatakan, ongkos angkut dengan kontainer dari Makassar ke Parepare sekitar Rp 1.500.000. Kerusakan jalan membuat pemakaian solar lebih banyak. "Jika ongkos solar digabung dengan pungutan liar dan biaya operasional, maka modal sekali jalan minimal Rp 800.000. Praktis, keuntungan bersih hanya 20 persen."

Ketua Asosiasi Kontraktor Listrik Indonesia Sulteng Farid Djafar Nassar menambahkan, "Kalau kami kirim material dari Palu ke Buol, jarak yang mestinya ditempuh 6 jam, jadi 15 jam. Ini membuat biaya operasional perjalanan membengkak dari rata-rata Rp 2 juta menjadi dua kali lipat."

Hal senada dikemukakan Haji Zikir (66), pengusaha ekspedisi poros Makassar-Mamuju. Karena usaha itu tak lagi menguntungkan, ia banting setir ke usaha properti. "Tapi, ya, sama saja. Bahan bangunan naik demi mengimbangi biaya distribusi."

Minimnya anggaran

Kepala Sub-Dinas Tata Ruang, Bina Program, dan Pengendalian, Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah Sulteng Yanmar Nainggolan mengatakan, anggaran dari APBD provinsi untuk pengadaan infrastruktur jalan hanya Rp 80 miliar-Rp 100 miliar per tahun.

Untuk pemeliharaan jalan, dengan biaya minimal Rp 10 juta per kilometer, setiap tahun dibutuhkan dana hingga Rp 35 miliar. Menurut Yanmar, untuk peningkatan jalan, dibutuhkan biaya Rp 800 juta-Rp 1 miliar per km per tahun.

Pembangunan jalan baru akan makan biaya Rp 2 miliar-Rp 2,5 miliar per km per tahun. Ia menunjuk contoh jalan Provinsi Sulteng panjangnya 2.037 km, tetapi anggaran pemeliharaannya hanya Rp 20 miliar-Rp 35 miliar.

Keluhan serupa dikemukakan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sulut Alex Wowor. Kerusakan terparah terjadi pada poros lintas tengah Bitung-Gorontalo. Sebagian jalan di lintas tengah yang rusak baru akan dikerjakan tahun 2009 dengan panjang 200 km.

"Total panjang jalan provinsi di Sulut sekitar 940 km, dan sekitar 123 km rusak berat," katanya.

Alex berharap tahun depan lima jembatan putus akibat banjir juga akan dibangun lagi. Kelima jembatan yang akan dibangun kembali dengan APBN antara lain Jembatan Milangodaa (panjang 250 meter) dan Jembatan Pilolahunga (panjang 120 meter).

Jika lintas tengah Sulut dibenahi, komoditas pertanian Gorontalo bisa langsung masuk ke Pelabuhan Ekspor Bitung tanpa harus masuk ke Manado. Jarak tempuh Gorontalo-Bitung hanya enam jam, dibanding jarak Gorontalo-Manado-Bitung dengan jarak tempuh 10 jam.

Karena minimnya anggaran, perbaikan jalan di Sulbar terpaksa dilakukan secara parsial. Di ruas Mamuju Utara-Mamuju, misalnya, dari 300 km total panjang jalan itu, kerusakan pada sekitar 280 km hanya ditambal secara selang-seling. Maksudnya, 5-10 km tertambal, puluhan kilometer selanjutya masih tetap berlumpur mirip kubangan kerbau.

Kepala Dinas Prasarana Wilayah Provinsi Sulsel Abdul Latif menyatakan, hingga 2008, baru 220,5 km (dari total 1.209 km jalan provinsi) di Sulsel yang sudah diperbaiki. "Biaya pembuatan jalan aspal di Sulsel Rp 1,35 miliar per km. Sebagian badan jalan berada di tanah labil sehingga seharusnya dibuat jalan dari beton. Biaya pembuatan jalan beton lebih mahal, rata-rata Rp 2,4 miliar per km," kata Latif.

Menurut Latif, dari 1.209 km jalan provinsi, 357 km dalam keadaan rusak, 105 km di antaranya belum diaspal, dan 61 km tak bisa dilalui kendaraan roda empat. Dibutuhkan dana setidaknya Rp 500 miliar. "Tahun 2008, pagu anggaran untuk jalan provinsi Rp 138 miliar. Dana itu terpakai untuk membuat 52,23 kilometer jalan baru, 514 meter jembatan, dan untuk pemeliharaan berkala 20,25 kilometer jalan. Sisanya pemeliharaan rutin," katanya. (REN/ZAL/ROW/NAR)

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved