Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Los, Bangunan Vernakular di Klaten

Format : Artikel

Impresum
Titien Saraswati - : , 2009

Deskripsi
Sumber:
Kompas: Minggu, 21 Juni 2009 | 03:21 WIB
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/06/21/03210381/los.bangunan.vernakular.di.klaten

Isi:

Saat masih mahasiswa, saya sering naik kereta api Purbaya yang menempuh jalur Purwokerto–Surabaya. Ketika kereta berada di sekitar Klaten, Jawa Tengah, saya terpesona melihat banyak bangunan besar muncul di tengah-tengah sawah yang mendominasi lanskap.

Bangunan itu dari jauh terlihat terbuat dari gedek atau kepang (anyaman bambu) dan dedaunan kering. Pikir saya waktu itu, bangunan tersebut lumbung padi.

Ternyata bangunan itu disebut los, bangunan pengering tembakau. Saat ini di sekitar jalur kereta api itu hanya dijumpai tiga los. Bila naik kereta api dari Yogyakarta ke timur, los akan terlihat saat 25 menit perjalanan kereta api atau 5 menit setelah stasiun Klaten ke barat menuju Yogyakarta. Di utara rel kereta api ada 2 los, di selatan rel ada 1 los.

Saat ini masih banyak los di Kabupaten Klaten yang terletak di pedalaman pedesaan, jauh dari jalan raya, seperti di area perkebunan tembakau Kebun Gayamprit di Bendo Gantungan. Los itu berada di tengah lahan perkebunan tembakau PT Perkebunan Nusantara X (Persero) Kebun Kebonarum/Gayamprit/ Wedi-Birit.

Di lahan perkebunan tembakau seluas 63 hektar, terdapat 228 los untuk tembakau naungan (tembakau yang tumbuhnya dinaungi dari panas matahari dengan semacam kain strimin) dan 145 los untuk tembakau nonnaungan. Luas lahan tembakau di area Bendo Gantungan 7,14 hektar. Tembakau di area itu berkualitas tinggi untuk cerutu sehingga proses pengeringannya di dalam los, bukan dijemur langsung di bawah sinar matahari.

Los adalah bangunan vernakular, tumbuh seiring dengan munculnya perkebunan tembakau Belanda sekitar tahun 1850. Bangunan vernakular adalah bangunan yang dibuat penduduk biasa, bukan oleh ahli bangunan atau arsitek, untuk merespons lingkungan lokal dari sisi iklim, tradisi, dan ekonomi.

Bangunan vernakular sangat loyal dengan bentuk, teknik, dan material lokal serta sangat jarang menerima inovasi dari luar. Bangunan vernakular bukan diarahkan agar "menyenangkan mata" atau indah atau stylistic. Bangunan vernakular bahkan bentuknya dideskripsikan oleh Jackson (1984) dalam bukunya, Discovering the Vernacular Landscape, sebagai timeless atau sepanjang masa. Menurut Masner (Is There a Modern Vernacular?, 1993) dan Brunskill (The Traditional Buildings of Cumbria, 1993), bangunan vernakular bisa berupa rumah tinggal, bangunan pertanian, kandang kuda, bangunan penggilingan gandum, dan bangunan tempat bekerja pandai besi.

Unsur lokal los

Los termasuk bangunan pertanian. Los berbentuk empat persegi panjang, rata-rata mempunyai panjang 100 meter, lebar 18 meter, dan tinggi 12 meter. Daun tembakau terpilih diikat dengan tali, satu ikatan terdiri dari 50 lembar, disebut 1 dolok.

Satu los dapat menampung sekitar 20.520 dolok, digantung di dalam los. Cara pengeringan dengan diasapi pada malam hari memakai sekam (kulit padi), briket batu bara, atau kayu bakar. Los letaknya memanjang utara- selatan untuk menghindari terobosan angin utara-selatan yang cukup kencang.

Vernakularitas los sangat tinggi, hampir semua ciri bangunan vernakular ada pada los. Dimulai dari bentuk denah empat persegi panjang, seperti tipologi denah rumah Jawa di pedesaan. Bentuk atap pelana (kampung) dengan kemiringan atap 40-45 derajat, seperti bentuk atap rumah di sekitarnya, jadi loyal dengan bentuk lokal. Denahnya sangat sederhana, sesuai namanya (los dalam bahasa Jawa artinya luas, lega), tidak ada peruangan lain di dalamnya selain gudang untuk menyimpan peralatan dan kantor. Itu pun berada di ujung. Jadi benar-benar karya penduduk biasa.

Struktur utama dengan tiang bambu apus dan bambu petung dari sekitar Klaten. Tiang-tiang bambu ini menancap pada fondasi umpak batu. Pada tiang-tiang bambu itulah dolok digantungkan dengan perkuatan bambu-bambu pula.

Penutup atap terbuat dari rangkaian daun tebu kering (rapak) yang banyak dijumpai di situ karena di antara lahan tembakau terdapat lahan tebu dan lahan padi. Rapak digunakan karena ringan, asap keluar dari celah rapak, tetapi kelembaban los tetap terjaga. Angin tidak mudah masuk karena rapak sangat rapat dan pengeringan tembakau akan kurang bagus bila kena angin. Itulah sebabnya los biasanya memanjang utara-selatan. Rapak juga mudah dibetulkan bila rusak.

Pelingkup atau dinding menggunakan kombinasi rapak, kepang, juga goni (mengurangi panas), yang diletakkan di antara bambu belah di antara tiang bambu. Dinding kadang diberi plastik untuk mengurangi panas dan jaring yang dilapis-lapiskan meskipun material utamanya tetap rapak dan kepang.

Di antara dinding terdapat jendela (kelep) yang bisa dibuka. Pada musim hujan, kelep ditutup. Tembakau tidak boleh kena air hujan karena bisa berjamur. Lantai dari tanah setempat yang dipadatkan. Permukaan tanah biasanya dibasahi dengan air agar tembakau tetap agak basah sehingga tidak remuk ketika dikemas dalam keranjang. Jalur sirkulasi di tengah los dialiri air agar lantai tanah tidak berdebu.

Teknik lokal

Pengerjaan semua itu memakai teknik lokal, seperti yang bertahun-tahun dikerjakan penduduk setempat tanpa intervensi arsitek, untuk rumah maupun kandang ternaknya.

Los diperbaiki setiap kali akan digunakan, biasanya setiap tiga tahun sekali. Material bangunan diperbarui dengan material bangunan sejenis, bukan material berbeda, sehingga tampilan bangunannya "baru", tetapi masih layak disebut bangunan vernakular.

Sayangnya, ada satu los yang memakai tiang beton pada bagian tepi bangunan. Ini mengurangi vernakularitas los itu. Bila semua tetap asli, bisa dimanfaatkan untuk obyek wisata keliling kawasan pabrik dan perkebunannya (wisata pabrik/perkebunan tembakau). Semua akan mendapat keuntungan, baik pabrik tembakau maupun penduduk setempat.

Titien Saraswati Dosen Arsitektur Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved