Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library
Format : Artikel
Impresum
Djoko Setijowarno -
: , 2008
Deskripsi
Sumber:
Kompas: Jum\'at, 22 Agustus 2008 | 02:24 WIB
http://www.kompas.com/lipsus082008/daendels_read/2008/08/22/02244128/kereta.api.atau.jalan.tol
Isi:
Hipotesis yang menyatakan Pulau Jawa adalah pulau kota segera menjadi kenyataan. Penandanya adalah peningkatan transportasi orang maupun barang.
Kapan pun kita bepergian tak akan terhambat sebab sarana dan prasarana tersedia. Jaringan transportasi pun bertambah seiring dikebutnya tol trans-Jawa serta pengadaan jalur rel (double track) kereta api.
Pulau Jawa berkepadatan penduduk tinggi. Dengan luas hanya 138.793,6 kilometer (km) persegi, disesaki 124 juta jiwa, kepadatannya mencapai 979 jiwa per km persegi. Makin gencarnya pembangunan tol mengancam lahan pertanian yang secara alamiah telah terdesak pertambahan penduduk. Padahal, tanah di Jawa dapat 3-5 kali lebih subur dibandingkan dengan pulau lain.
Pemerintah terlambat menyadari, tol trans-Jawa mengorbankan pertanian. Walaupun empat menteri (Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan, dan Menteri Negara BUMN) berniat membuat kesepakatan, hal itu tak akan menyelesaikan masalah.
Pembebasan lahan hanya memberikan sedikit ganti rugi kepada pemilik, sedangkan petani penggarap dimiskinkan sebab kehilangan mata pencaharian dan menjadi calon kaum urban. Apakah hal ini yang dikatakan bahwa kehadiran tol trans-Jawa untuk menyejahterakan masyarakat?
Yang jelas sejahtera adalah oknum Departemen Pekerjaan Umum, oknum DPR, oknum konsultan, oknum kontraktor, oknum perbankan, oknum panitia pembebasan lahan, dan sebagainya. Usaha nonformal seperti warung makan akan mati. Bila ada tempat istirahat (rest- area), dipastikan milik pemodal besar atau pejabat daerah setempat sebagai kompensasi pemberian izin.
Jalan rel dan jalan tol
Membangun jaringan rel kereta api sejatinya lebih murah. Baik dari aspek konstruksi, sosial, ekonomi, maupun lingkungan. Seluruh jaringan rel yang dibangun Pemerintah Hindia Belanda dapat dibuat ganda karena lebar lahannya rata-rata 22 meter. Artinya, tidak perlu dilakukan pembebasan lahan lagi.
Bandingkan dengan tol yang harus membebaskan lahan selebar minimal 60 meter. Di Jawa saja diperkirakan 1.000 hektar sawah hilang. Bila tiap hektar sawah memproduksi 5 ton padi tiap musim tanam, sebanyak 5.000 ton padi hilang tiap musim tanam.
Di samping itu, tol memicu pertambahan kendaraan pribadi yang meningkatkan konsumsi bahan bakar minyak (BBM). Padahal, dari subsidi BBM 2008 sebesar Rp 180 triliun, sekitar Rp 81 triliun telah dihabiskan untuk kendaraan pribadi. Industri otomotif jelas mendukung tol agar penjualan terdongkrak lebih dari 500.000 unit mobil per tahun.
Usulan Revisi UU Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) jelas dibenci Departemen Perindustrian dan pengusaha industri otomotif, yang beralasan tidak mendukung peningkatan produksi mobil nasional. Tampak sekali kepentingan industri otomotif yang dimodali pihak asing dengan BBM yang juga diimpor.
Padahal, bila memilih kereta api akan didapatkan transportasi yang andal, efektif, dan efisien. Sekali angkut, kereta penumpang dengan delapan gerbong mampu membawa 1.500 penumpang (duduk dan berdiri). Jumlah itu setara 20 armada bus. Konsumsi kereta api pun cukup tiga liter per km, sebaliknya bus 10 liter per km.
Tiap rangkaian kereta api batu bara yang mencapai 40 gerbong dapat mengangkut 2.000 ton batu bara untuk sekali jalan. Dari sisi pencemaran udara, kereta api dikenal paling ramah lingkungan, utamanya kereta rel listrik dengan tingkat pencemaran udara nol persen. Beban biaya polutan yang ditimbulkan hanya 60 juta dollar AS, sedangkan angkutan jalan raya mencapai 16.300 juta dollar AS.
Infrastruktur transportasi
Bercermin dari Eropa, India, Jepang, dan China, transportasi massal mutlak dikembangkan. Kereta api sebagai tulang punggung (backbone) transportasi Pulau Jawa, sedangkan jalan sebagai pengumpan (feeder) angkutan penumpang maupun barang. Untuk perjalanan kurang dari 300 km dapat digunakan jalan, antara 300-500 km digunakan kereta api, dan di atas 500 kilometer digunakan kapal laut atau pesawat terbang.
Selain pertimbangan jarak, waktu, dan konsumsi BBM sebagai acuan untuk harga komoditas barang, juga kenyamanan penumpang. Sayangnya, hingga kini kita belum punya acuan sistem transportasi yang mengintegrasikan semua jaringan transportasi (darat, laut, dan udara) dalam sistem yang terpadu.
Faktanya, infrastruktur transportasi di Jawa kini terpuruk. Jalan lebih sering rusak akibat angkutan barang yang bermuatan berlebih. Sangat besar dana yang tersedot tiap tahun hanya untuk jalan di pantai utara (pantura), padahal dana itu dapat dialihkan untuk mempercepat pembangunan jalan di luar Pulau Jawa.
Mestinya, daripada memaksakan diri membangun tol, cukup dengan memanfaatkan jalan-jalan yang sudah terbangun. Misalnya saja, di beberapa kota telah terbangun jalan-jalan lingkar. Kalau tidak ada lahan untuk jalan lingkar, bangunlah jalan layang di tengah kota.
Akan tetapi, untuk mempertegas kelancaran transportasi harus diperketat penataan dan pengawasan sehingga tidak banyak gangguan berarti sepanjang jalan lingkar itu. Pengawasan juga harus diperketat terhadap kendaraan dan pembukaan akses jalan yang tidak jelas.
Simultan dengan itu, peningkatan peran kereta api untuk mengangkut barang harus dilakukan untuk mengurangi beban jalan raya. Tentu saja keamanan kereta api lebih terjamin dan pungutan liar tidak sebanyak seperti di jalan raya.
Bila lebar sepur yang digunakan standar, yakni 1.435 milimeter, tekanan gandar dapat mencapai 23 ton. Sekarang saja, tekanan gandarnya 16 ton karena lebar sepur 1.067 milimeter. Bandingkan dengan jalan yang hanya mampu dilintasi kendaraan bermuatan sumbu terberat maksimal 10 ton.
Menyatukan departemen yang mengurusi transportasi juga langkah penting untuk mengurangi gesekan antarsektoral agar transportasi benar-benar untuk kesejahteraan masyarakat dan transportasi yang dipilih juga benar-benar yang paling tepat.
Arah pembangunan transportasi, khususnya di Jawa, memang makin tidak jelas.
Djoko Setijowarno Peneliti Laboratorium Transportasi, Pengajar Jurusan Teknik Sipil dan Program Magister Lingkungan dan Perkotaan (PMLP) Unika Soegijapranata, Ketua Forum Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat
Subject :
Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved