Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Ironi Revitalisasi Perkeretaapian

Format : Artikel

Impresum
Jannes Eudes Wawa - : , 2008

Deskripsi
Sumber:
Kompas: Sabtu, 20 September 2008 | 03:00 WIB

Isi:

Pemerintah mengalokasikan dana Rp 19 triliun untuk program revitalisasi perkeretaapian selama tahun 2008-2010. Sebanyak Rp 4 triliun di antaranya telah dikucurkan dan segera dicairkan lagi Rp 2 triliun. Tujuannya agar angkutan massal ini memberikan rasa aman dan nyaman bagi konsumen, berangkat dan tiba tepat waktu, mengutamakan keselamatan, dan memiliki keandalan.

Pemerintah benar-benar serius memerhatikan perkeretaapian. Dana Rp 19 triliun membuktikan pemerintah mengetahui potensi kereta api masih sangat besar untuk digarap," kata Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Menneg BUMN) Sofyan Djalil di Bandung tanggal 11 Agustus 2008.

Dana sebanyak itu, menurut Direktur Utama PT Kereta Api (KA) Ronny Wahyudi, dipakai untuk membiayai perawatan sarana dan prasarana yang tertunda (backlog). Hingga tahun 2008, jumlah backlog sekitar Rp 11 triliun. "Jadi, dana Rp 19 triliun itu difokuskan untuk membenahi KA lebih optimal," ujar Ronny.

Proyek fisik semata

Dalam sebuah dokumen yang diterbitkan Departemen Perhubungan pada Desember 2007 disebutkan bahwa program revitalisasi perkeretaapian tahun 2008-2010 meliputi delapan hal. Kedelapan program tersebut meliputi pembenahan perkeretaapian di Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Bagian Selatan, di Jawa, serta Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek ).

Semua program tersebut semata-mata proyek fisik yang akan dibangun di delapan wilayah itu. Di Aceh, misalnya, ingin dibangun jalan rel sepanjang 36 kilometer lintas Banda Aceh-Lhok Seumawe dan pengadaan satu set kereta rel diesel Indonesia. Di Sumatera Utara akan dilakukan peningkatan jumlah sarana dari 24 lok menjadi 41 lok, penambahan gerbong dari 187 unit menjadi 489 unit, dan rehabilitasi jalan KA 162 kilometer.

Selain itu, akan dilakukan rehabilitasi prasarana sejauh 39 kilometer di Sumatera Barat. Di Pulau Jawa ingin ditingkatkan kereta api ekonomi dari 1.244 unit menjadi 1.424 unit, merehabilitasi prasarana KA jalur utama lintas utara dan selatan, pembangunan jalur ganda Cirebon-Kroya-Kutoarjo, dan Tegal- Pekalongan, serta memodifikasi stasiun Cirebon. Dikembangkan pula akses KA ke dan dari kawasan industri.

"Kondisi perkeretaapian nasional sudah jauh tertinggal. Karena itu, dalam revitalisasi diutamakan perbaikan serta peningkatan sarana dan prasarana, di samping dilakukan pembenahan sumber daya manusia," kata Direktur Jenderal Perkeretaapian Departemen Perhubungan Wendi Aritenang.

Program revitalisasi ini sesungguhnya implementasi dari Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Dalam Pasal 214 UU itu, menurut Direktur Eksekutif Indonesia Railway Watch (IRW) Taufik Hidayat, pemerintah diwajibkan membenahi PT KA selama tiga tahun (masa peralihan) sejak 2007.

Kewajiban itu meliputi, pertama, mengaudit keseluruhan PT KA. Audit ini terkait kondisi operasional sarana, prasarana, sumber daya manusia (SDM), dan manajemen, termasuk di dalamnya keselamatan.

Kedua, mengaudit neraca keuangan PT KA guna mengetahui secara saksama kondisi kesehatan keuangan perusahaan.

Ketiga, membenahi public service obligation (PSO). Itu dilakukan karena setiap tahun PT KA mendapat kucuran dana APBN yang cukup besar terkait peran mengoperasikan kereta api ekonomi sebagai angkutan penugasan dari pemerintah. Pada lima tahun lalu, jumlah PSO sekitar Rp 200 miliar dan tahun 2008 sebesar Rp 710 miliar. "Akan tetapi, kondisi KA ekonomi pada lima tahun lalu tak jauh berbeda dengan saat ini," kata Taufik, yang juga peneliti perkeretaapian pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Keempat, penuntasan masalah dana pensiun. Ini terkait dengan kewajiban masa lalu terhadap dana pensiun karyawan PT KA yang belum ditangani tuntas sehingga sering memicu konflik internal perusahaan.

Keempat kewajiban ini, menurut Taufik, belum dikerjakan pemerintah. Padahal, jika dilakukan sungguh-sungguh, peta permasalahan yang dihadapi perkeretaapian nasional saat ini akan diketahui. Bahkan, dengan adanya gambaran masalah dapat dirumuskan visi strategis, sasaran kebijakan yang ingin dicapai, program kerja dan rencana kegiatan, termasuk jumlah dana yang dibutuhkan.

"Anehnya, tanpa mengetahui gambaran masalah perkeretaapian nasional, tiba-tiba pemerintah sudah mengalokasikan dana Rp 19 triliun. Saya khawatir penggunaan dana itu bisa salah sasaran sebab yang saat ini dimiliki pemerintah hanya peta pembangunan fisik kereta api dan bukan program revitalisasi," kata Taufik.

Perlu visi strategis

Revitalisasi perkeretaapian menuntut sejumlah langkah.

Pertama, dibuat visi strategi dan sasarannya. Itu berarti, perlu ditetapkan kembali perkeretaapian sebagai andalan utama sektor transportasi.

Kedua, melakukan transformasi sistem perkeretaapian Indonesia yang modern, efisien dan kompetitif. Bahkan, beban anggaran negara harus dikurangi secara progresif. Kemudian, dibuat kebijakan transportasi berkelanjutan yang mengembangkan penggunaan moda perkeretaapian dan memperkuat kapasitas perkeretaapian melalui bahan lokal, terutama pada material pemeliharaan dan konstruksi, serta mengembangkan kapasitas nasional.

Ketiga, membuat rencana aksi, yakni melakukan suntikan dana melalui investasi darurat, memulihkan citra KA sebagai angkutan yang mengutamakan kenyamanan, kualitas pelayanan, ketepatan waktu, keandalan, keselamatan dan keamanan, serta menggalang investasi swasta.

Untuk itu, dibutuhkan tiga strategi kunci.

Pertama, transisi sistem perkeretaapian, meliputi rehabilitasi fisik, restrukturisasi, pelatihan operasi, teknis dan manajemen, perencanaan investasi, serta pengembangan kapasitas domestik untuk produksi material perkeretaapian, dan pengembangan kapasitas nasional dalam teknologi perkeretaapian.

"Pada akhir fase ini diharapkan terjadi peningkatan keselamatan KA, adanya peningkatan trafik angkutan penumpang dan barang, serta peningkatan kecepatan KA," ujar Taufik.

Kedua, memodernisasi sistem perkeretaapian. Ini mencakup konstruksi jaringan baru dan perluasan, modernisasi operasi dan aset, aktivasi investasi baru dari swasta guna memperluas dan memodernisasi perkeretaapian, serta mengeliminasi beban finansial perkeretaapian pada anggaran pemerintah. Selain itu, pengembangan kapasitas nasional dalam teknologi perkeretaapian.

Ketiga, stabilisasi sistem perkeretaapian, yakni melanjutkan konstruksi dan perluasan serta penyelesaian privatisasi.

Untuk diunggulkan dalam transportasi nasional, perkeretaapian harus modern, andal, aman, dan mengutamakan kepentingan konsumen. Karena nilai dasar perkeretaapian ialah berkelanjutan, keselamatan, keamanan, kenyamanan, ketepatan waktu, dan keandalan. Itulah esensi yang ingin dicapai dari revitalisasi perkeretaapian.

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved