Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Perumahan Bersubsidi : Jangan Ada yang Dikorbankan

Format : Artikel

Impresum
BM Lukita Grahadyarini - : , 2009

Deskripsi
Sumber:
Kompas: Kamis, 22 Oktober 2009 | 04:49 WIB
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/10/22/04494478/jangan.ada.yang.dikorbankan

Isi:

Menjelang akhir tahun 2009, kita dikejutkan dengan pengakuan pemerintah bahwa anggaran subsidi perumahan untuk rakyat kemungkinan besar tidak terserap sebesar Rp 1 triliun. Fenomena itu terasa mencekam tatkala disandingkan dengan kondisi kekurangan rumah rakyat yang kini sudah menembus 6 juta unit.

Total anggaran subsidi perumahan rakyat tahun 2009 sebesar Rp 2,51 triliun atau lebih besar ketimbang tahun lalu, yakni Rp 800 miliar. Anggaran subsidi itu ditujukan untuk meringankan rakyat berpenghasilan menengah ke bawah dalam mengakses kredit pemilikan rumah layak huni, baik itu rumah tinggal maupun rumah susun sederhana milik.

Kebutuhan rumah rakyat terus meningkat setiap tahun. Permintaan rumah tinggal rata-rata sebanyak 800.000 unit per tahun dan 80 persen dari jumlah itu adalah kebutuhan masyarakat menengah ke bawah, sementara rumah yang terbangun per tahun hanya 160.000-200.000 unit.

Anggaran subsidi yang ditujukan untuk membantu masyarakat guna memiliki rumah nyatanya belum tersalurkan secara optimal. Sementara pencairan dana subsidi cenderung lamban, khususnya untuk rumah susun sederhana milik bersubsidi.

Hingga Agustus 2009, penyaluran anggaran subsidi oleh pemerintah baru berkisar Rp 416 miliar atau 39,81 persen dari total subsidi perumahan. Subsidi itu mencakup subsidi uang muka dan subsidi selisih bunga.

Realokasi sisa anggaran

Pemerintah semula merencanakan realokasi sisa anggaran subsidi perumahan untuk mengoptimalkan penyerapan anggaran. Realokasi itu antara lain ditujukan untuk moratorium atau memperpanjang angsuran kredit untuk rumah subsidi bagi pekerja selama 1 tahun dengan menanggung selisih bunga kredit.

Selain itu, pembangunan rumah susun sederhana sewa beli, public service obligation (PSO) Perum Perumnas untuk optimalisasi pemeliharaan rumah susun sederhana sewa, penambahan likuiditas perbankan, dan penambahan kuota subsidi uang muka menjadi 30.000 unit.

Usulan realokasi anggaran rencananya diajukan dalam pengajuan APBN Perubahan 2009. Namun, skim alternatif itu gagal dilaksanakan karena pengajuan rancangan realokasi anggaran ke DPR terlambat.

Berdasarkan data Bank Tabungan Negara (BTN), tercatat 2.890 nasabah yang sudah akad kredit pemilikan rumah susun sederhana milik bersubsidi, tetapi dana subsidi belum dibayarkan oleh pemerintah (Departemen Keuangan). Sebagian di antara nasabah itu terikat kredit pemilikan apartemen (KPA) inden, yakni akad kredit saat rusunami belum selesai dibangun.

Contohnya, dana subsidi untuk sebagian konsumen yang membeli rumah susun di City Park, Cengkareng, dan Modern Land, Tangerang, hingga kini belum direalisasikan. Padahal, rumah susun itu telah selesai dibangun dan diserahterimakan ke konsumen.

Akibat lambannya pencairan dana subsidi rumah susun sederhana milik, pengembang terpaksa memberikan dana talangan guna meringankan beban konsumen yang sudah akad kredit dan terkena kewajiban membayar angsuran kredit bulanan.

Pertanyaannya, mengapa pencairan subsidi bagi konsumen yang berhak mendapat subsidi lambat?

Menurut Kepala Pusat Pembiayaan Perumahan Kementerian Negara Perumahan Rakyat Wardiati, proses penyaluran subsidi rumah susun sederhana milik sudah sesuai dengan prosedur. Syarat dasar pemberian subsidi rumah susun sederhana milik adalah rumah susun itu telah selesai dibangun dan diserahterimakan ke konsumen yang dibuktikan dengan berita acara serah terima rumah susun.

Selanjutnya, pemerintah melakukan proses verifikasi administrasi dan verifikasi lapangan. Tahap verifikasi itu mencakup pengecekan kelengkapan dokumen persyaratan pengajuan subsidi dan memastikan kesesuaian harga jual rusunami bersubsidi dengan ketentuan pemerintah, yakni maksimum Rp 144 juta per unit.

Selain itu, kesesuaian tingkat penghasilan konsumen dengan kelompok sasaran penerima subsidi, yakni berpenghasilan maksimal Rp 4,5 juta per bulan. Selama proses verifikasi, dana subsidi disimpan pada rekening Departemen Keuangan.

Apabila dari hasil verifikasi, kelengkapan seluruh syarat dipenuhi, pemerintah akan menerbitkan surat perintah pencairan dana untuk membayar subsidi melalui bank penyalur kredit. Proses pencairan dana itu membutuhkan waktu 1-2 minggu.

Proses verifikasi itu, ujar Wardiati, merupakan bentuk kehati-hatian pemerintah guna mencegah peruntukan rumah susun sederhana milik salah sasaran. Verifikasi dilakukan kepada setiap nasabah atau per individu sehingga membutuhkan waktu. "Kendalanya, masih banyak dokumen yang diajukan belum lengkap sehingga menghambat proses verifikasi," ujar Wardiati.

Deputi Pembiayaan Kementerian Negara Perumahan Rakyat Tito Murbaintoro mengatakan, adanya berita acara serah terima rusunami bersubsidi sebagai syarat dasar pengajuan subsidi merupakan upaya mendorong pengembang untuk segera menyelesaikan pembangunan rumah susun itu. Jadi, bukan untuk mempersulit pengembang.

"Pemerintah tidak mau mengorbankan konsumen. Jangan sampai konsumen sudah akad kredit, tapi rusunami tidak segera tuntas dibangun," ujarnya.

Kenyataannya, masyarakat justru menjadi "korban" karena proses penyaluran subsidi yang belum tersosialisasi dengan baik. Sementara itu, pengeluaran dana tambahan dari pengembang untuk menalangi subsidi selisih bunga pada gilirannya akan menurunkan semangat pengembang untuk memasarkan rusunami bersubsidi.

Minat pengembang merosot

Menurut Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Real Estat Indonesia (REI) Teguh Satria, jika sistem pengelolaan subsidi rusunami yang berbelit itu dibiarkan, minat pengembang untuk membangun dan memasarkan rusunami bersubsidi dikhawatirkan kian merosot yang pada gilirannya akan mengancam pencapaian target pembangunan 1.000 menara rusunami bersubsidi.

Penyebabnya, pengembang saat ini sudah dipusingkan dengan proses perizinan yang rumit, khususnya di DKI Jakarta. Sementara itu, persyaratan rusunami dengan batasan koefisien luas bangunan (KLB) maksimum 4 membuat pengembang sulit membangun rusunami bersubsidi di lahan-lahan perkotaan yang harganya semakin mahal.

Keengganan pengembang untuk membangun dan memasarkan rumah susun sederhana milik tecermin pada proyek-proyek baru apartemen untuk segmen berpenghasilan menengah ke bawah. Sebagian pengembang kini lebih melirik proyek pembangunan apartemen sederhana nonsubsidi.

Beberapa pengembang besar, seperti PT Agung Podomoro Group (APG) dan PT Bumi Serpong Damai Tbk, telah merencanakan pembangunan hunian vertikal untuk masyarakat menengah ke bawah. Apartemen sederhana di Serpong yang dibangun mulai tahun 2010 direncanakan untuk dipasarkan dengan harga Rp 150 juta-Rp 200 juta per unit.

Sementara itu, PT APG bekerja sama dengan Synthesis Development membangun apartemen sederhana milik (anami) Green Palace dengan kisaran harga Rp 120 juta-Rp 300 juta di areal superblok Kalibata City. Demikian pula PT Perdana Gapura Prima membangun apartemen sederhana milik dengan target konsumen berpenghasilan Rp 5 juta-Rp 10 juta per bulan.

Penjualan proyek apartemen sederhana itu diyakini akan menjaring banyak konsumen menengah ke bawah yang membutuhkan rumah tanpa perlu dipusingkan dengan proses subsidi yang berbelit dan perizinan yang rumit.

Namun, bisa diprediksi, apartemen sederhana milik itu kemungkinan besar hanya akan menjangkau kalangan masyarakat yang mampu membayar cicilan uang muka dan bunga pasar. Bagaimana dengan masyarakat yang mayoritas masih kesulitan memenuhi besaran uang muka dan cicilan?

Tanpa upaya sosialisasi yang menyeluruh, jangan harap program pembangunan 1.000 menara rumah susun sederhana milik yang ditargetkan tuntas pada tahun 2011 akan terealisasi.

Pengamat properti Panangian Simanungkalit mengemukakan, tidak ada pilihan bagi menteri negara perumahan rakyat pada kabinet baru untuk mempercepat penyerapan subsidi dalam sisa waktu tiga bulan pelaksanaan anggaran.

"Pemerintah harus cepat belajar mana kebijakan yang tidak sinkron untuk segera diselesaikan," ujarnya.

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved