Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library
Format : Artikel
Impresum
Tjahja Gunawan Diredja -
: , 2009
Deskripsi
Sumber:
Kompas: Kamis, 22 Oktober 2009 | 04:48 WIB
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/10/22/04481126/masalah.dan.tantangan.menpera.baru
Isi:
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah memanggil para calon menteri yang akan duduk di kabinet untuk lima tahun mendatang, termasuk Menteri Negara Perumahan Rakyat. Kita bisa setuju atau tidak terhadap sosok para calon menteri yang menjadi pilihan presiden, termasuk figur Menpera yang baru.
Akan tetapi, hal itu sudah menjadi hak prerogatif presiden sehingga usulan dan harapan masyarakat terhadap perlunya menteri yang memiliki profesionalisme di jajaran tim ekonomi, termasuk Menpera, sangat bisa dikesampingkan dan lebih mengutamakan kepentingan dan kompromi politik.
Terlepas dari itu semua, masalah dan tantangan yang bakal dihadapi Menpera yang baru tidaklah mudah. Kebutuhan terhadap papan terus meningkat, tetapi selama ini pemerintah lebih mengutamakan pemenuhan akan pangan. Padahal, seharusnya kebutuhan masyarakat atas sandang, pangan, dan papan bisa dilakukan secara paralel karena sesungguhnya indikator keberhasilan pemerintah antara lain dilihat pada tingkat kesejahteraan rakyat.
Siapa pun yang akan menjadi Menpera periode 2009-2014, dia sekurang-kurangnya harus mampu membuat program penanganan daerah kumuh di perkotaan melalui pembangunan rumah susun sederhana sewa (rusunawa). Program ini bisa bekerja sama antara Kantor Menteri Negara Perumahan Rakyat dan pemerintah daerah serta Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum.
Selain itu, Menpera yang baru juga harus mampu melanjutkan program pembangunan rumah susun sederhana milik (rusunami) dan rumah sederhana sehat (RSH) bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Pada saat yang sama, dia juga harus mampu mengatasi masalah perumahan secara utuh. Mulai dari kesenjangan antara pasokan dan kebutuhan (back log) rumah yang saat ini sudah mencapai 7,9 juta hingga masalah pencairan dana subsidi untuk nasabah berpenghasilan rendah yang membeli rusunami maupun RSH.
Kemampuan manajerial
Yang juga tidak kalah peliknya adalah soal perizinan. Oleh karena itu, Menpera baru harus memiliki kemampuan manajerial yang baik dan bisa melakukan koordinasi dengan departemen/instansi serta pemangku kepentingan di bidang perumahan. Selama ini soal perizinan sering menjadi masalah yang dihadapi para pengusaha dalam membangun rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Masalah pembiayaan perumahan juga merupakan masalah lain yang kerap menyertai persoalan yang dihadapi calon konsumen, terutama dari masyarakat bawah yang membutuhkan rumah yang layak dan terjangkau. Dulu, pada zaman pemerintahan Orde Baru, sumber pembiayaan program pembangunan rumah sederhana/rumah sangat sederhana berasal dari dana Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI), Rekening Dana Investasi (RDI) dari Departemen Keuangan, serta dana dari bank pelaksana.
Saat ini dana pembangunan RSH dan rusunami untuk masyarakat berpenghasilan rendah diberikan dalam bentuk subsidi selisih bunga yang dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tahun ini alokasi dana subsidi perumahan sebesar Rp 2,5 triliun, sedangkan dalam APBN 2010 sudah ditetapkan sebesar Rp 3,5 triliun.
Persoalan pembiayaan biasanya muncul karena proses pencairan dana subsidi perumahan relatif lama karena panjangnya rantai birokrasi, terutama di Departemen Keuangan. Oleh karena itu, adakalanya Bank Tabungan Negara (BTN) sebagai bank pelaksana pembiayaan rusunami dan RSH sering memberikan dana talangan. Namun, cara seperti itu tidak bisa dilakukan terus-menerus karena bisa juga mengganggu stabilitas keuangan dan arus kas BTN.
Untuk itu, Menpera baru harus mampu mengatasi peliknya proses pencairan dana subsidi perumahan yang disebabkan oleh persoalan birokrasi. Jika tidak, alokasi dana untuk subsidi perumahan dalam APBN akan selalu tersisa dan biasanya dialihkan (carry over) ke anggaran tahun berikutnya.
Kepemilikan asing
Tugas Menpera pada era seperti sekarang tidak hanya mendorong pembangunan rusunami dan RSH, tetapi juga harus mampu menciptakan kebijakan yang memberikan peluang bagi warga negara asing untuk bisa memiliki produk properti komersial di Tanah Air. Tentu saja kebijakan ini harus paralel dengan program pembangunan rumah untuk rakyat kecil.
Jika warga negara asing diperbolehkan memiliki properti di Indonesia sampai misalnya 70 tahun, akan banyak manfaat yang bisa diperoleh, yakni bisa menciptakan lapangan kerja di sektor riil, mendorong tumbuhnya industri pendukung proyek perumahan seperti industri semen, batu bata, dan pasir.
Sementara itu, soal program rusunami, Menpera yang baru sebaiknya bisa melakukan evaluasi secara menyeluruh. Hal itu diperlukan agar pembangunan rusunami tidak salah sasaran seperti sekarang. Program rusunami sebenarnya diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang memiliki pendapatan maksimal Rp 4,5 juta per bulan.
Kelompok masyarakat itu selain mendapat subsidi selisih bunga juga memperoleh pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Akan tetapi, pada kenyataannya, rusunami banyak dibeli oleh mereka yang memiliki pendapatan di atas Rp 4,5 juta per bulan. Sementara kalangan pengembang swasta yang membangun rusunami juga bebas dalam menjual unit rusunami.
Itulah antara lain masalah dan tantangan yang akan dihadapi Menpera lima tahun ke depan. Persoalan dan tantangan tersebut bisa diatasi dengan baik jika Menpera yang baru nanti memiliki kemampuan manajerial yang baik serta mampu meyakinkan presiden dan DPR tentang pentingnya pembangunan dan pengadaan rumah bagi masyarakat.
Kalau Menpera sudah mendapat dukungan penuh dari presiden maupun DPR atas program dan rencananya untuk lima tahun ke depan, diharapkan akan memudahkan dalam melakukan koordinasi dengan departemen/instansi lain yang terkait dengan program pembangunan perumahan.
Siapakah sosok Menpera untuk lima tahun mendatang? Sepanjang yang kita ikuti di media massa, Suharso Monoarfa (54), mantan anggota Komisi XI DPR periode 2004-2009 sekaligus mantan Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR, merupakan calon kuat untuk menduduki jabatan Menpera.
Suharso yang diusulkan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sudah dipanggil oleh Presiden Yudhoyono ke Cikeas dan diproyeksikan untuk menempati posisi Menpera. Menurut Enggartiasto Lukita, anggota Komisi V DPR (2004-2009) dari Partai Golkar, Suharso Monoarfa memiliki kemampuan dan juga kecakapan dalam melakukan koordinasi.
"Dia cukup mampu untuk menjadi Menpera," ujar Enggartiasto yang juga pernah bekerja sama dengan Suharso Monoarfa di Panitia Anggaran DPR. Sejak pemerintahan Orde Baru sampai sekarang, umumnya yang menjadi Menpera berasal dari kalangan politisi. Hanya Siswono Yudo Husodo yang berlatar belakang pengusaha saat dia menjadi Menpera pada era pemerintahan Orde Baru.
Selanjutnya yang menjadi Menpera adalah Cosmas Batubara dan Akbar Tandjung, juga berlatar belakang politisi. Namun, lanjut Enggartiasto, keduanya juga termasuk berhasil sebagai Menpera. Meski demikian, memang ada perbedaan sistem pemerintahan saat program perumahan dijalankan. Pada saat pemerintahan Orde Baru, sistem pemerintahan dilakukan secara sentralistis. Setelah tahun 1999 atau pascatumbangnya rezim Orde Baru, program pemerintahan, termasuk program pembangunan perumahan, dijalankan melalui sistem desentralisasi.
Subject :
Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved