Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Bencana : Banjir di Jatim Meluas

Format : Artikel

Impresum
- : , 2009

Deskripsi
Sumber:
Kompas: Minggu, 1 Maret 2009 | 02:24 WIB
http://www.kompas.com/read/xml/2009/03/01/07412931/Banjir.di.Jatim.Meluas.

Isi:

SIDOARJO, KOMPAS - Banjir di Sidoarjo, Jawa Timur, semakin meluas, Sabtu (28/2). Selain di Jalan Raya Porong dan pintu keluar tol Waru-Surabaya, air juga menggenangi jalan alternatif di Desa Kalitengah, Kecamatan Tanggulangin, serta puluhan hektar sawah di Desa Glagaharum, Kecamatan Porong.

Di Jalan Raya Porong, tepatnya di pintu keluar tol Waru-Surabaya, ketinggian air mencapai 50 sentimeter. Di jalan alternatif menuju Malang dan Pasuruan—yang melewati Desa Kalitengah—ketinggian air sekitar 60 sentimeter. Warga terpaksa menutup akses jalan tersebut karena sulit dilalui mobil.

"Jalan alternatif ini terendam sejak Kamis (26/2) akibat luapan Sungai Ketapang. Jalanan terpaksa ditutup karena tidak memungkinkan dilalui mobil. Untuk sementara, kendaraan menuju Malang dan Pasuruan bisa melalui Desa Ngaban, Kecamatan Tanggulangin, yang tidak tergenang air," kata Harsoyo, warga Desa Kalitengah, kemarin.

Genangan air di Jalan Raya Porong menyebabkan arus lalu lintas dari Surabaya menuju Malang atau Pasuruan menjadi tersendat. Hal serupa terjadi di Gresik, Jawa Timur.

Luapan Bengawan Solo menyebabkan jalur Gresik-Tuban, lewat Jalan Daendels, macet hingga lebih dari 2 kilometer. Di lokasi ini, banjir setinggi 30 sentimeter menutupi badan jalan sepanjang 150 meter.

Pantauan Kompas, banjir di Sidoarjo juga merendam puluhan hektar sawah di Desa Glagaharum, Kecamatan Porong. Di Gresik, banjir selain merendam 1.237 rumah di 15 desa di Kecamatan Bungah juga merendam 212 hektar sawah, 251 hektar tambak, tiga gedung sekolah, dan tiga tempat ibadah.

Menurut catatan Kompas, pekan ini banjir yang melanda Jawa Timur dan Jawa Tengah cukup memprihatinkan. Luapan Bengawan Solo pada Rabu dan Kamis lalu, misalnya, telah merendam sekitar 20.000 rumah dan lebih dari 13.000 hektar sawah. Hal ini selain berdampak pada kesehatan warga, antara lain, juga menyebabkan ketersediaan pangan terancam.

Surut

Dari Ngawi, Jawa Timur, kemarin dilaporkan, banjir di Kabupaten Ngawi akibat luapan Bengawan Solo memang sudah surut. Di sejumlah wilayah, warga mulai membersihkan rumah mereka. "Tetapi, barang-barang berharga masih diungsikan di rumah tetangga yang aman. Warga masih khawatir air sungai kembali naik," kata Lurah Ketanggi, Kecamatan Ngawi, Purnomo.

Surutnya banjir juga membuat jalur alternatif dari Madiun ke Ngawi melalui Kecamatan Kwadungan bisa kembali dilalui kendaraan. Sebelumnya, jalur jalan raya ini terputus karena terendam banjir setinggi 1 meter.

Sementara itu, di Mojokerto, Jawa Timur, petani di Desa Candiharjo, Desa Kembangsri, dan Desa Tambakrejo, Kecamatan Ngoro, memilih melakukan panen dini. "Mestinya umur (tanam) padi ini tiga bulan sepuluh hari, tetapi terpaksa (padi yang rata-rata baru berusia tiga bulan) dipanen daripada didiamkan membusuk terendam banjir dan malah tidak dapat apa-apa," kata Sunarto (75), pemilik lahan sawah di Desa Kembangsri.

Ia menambahkan, tidak kurang dari 20 hektar lahan sawah yang tengah ditanami padi di desanya terendam banjir. "Panen dini ini tentunya menimbulkan kerugian. Jika umur panen sesuai, tidak kurang dari 6 ton bisa dihasilkan untuk setiap hektar lahan sawah. Tapi, akibat banjir ini, paling dapat 4,5 ton untuk tiap hektar," ujarnya.

Hasil panenan yang berupa gabah basah itu dijual Rp 220 per kilogram. "Padahal, biaya produksi untuk setiap hektar lahan mencapai Rp 3 juta," ujar Sunarto. Artinya, dari segi biaya produksi saja, mereka sudah merugi Rp 2 juta lebih.

Jika di Kembangsari sawah yang terendam 20 hektar, di Desa Candiharjo tercatat sekitar 30 hektar sawah terendam dan di Desa Tambakrejo 35 hektar.

Belum serius

Terkait banjir di Jawa Tengah pekan ini, DPRD menilai, luapan Bengawan Solo yang berulang menunjukkan bukti pemerintah belum serius menangani kerusakan lingkungan dan sedimentasi enam anak sungai terpanjang di Jawa itu.

Padahal, kata anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Kamal Fauzi, DPRD sudah berulang kali mengingatkan agar kerusakan lingkungan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo jadi prioritas penanganan banjir. "Tapi, peringatan itu selalu terabaikan. Biasanya kendala teknis, yakni soal besarnya anggaran untuk membebaskan anak sungai dari endapan sedimentasi," kata Kamal, dari komisi yang membidangi pembangunan.

Kerusakan paling parah setiap kali Bengawan Solo meluap, lanjut Kamal, tentunya lahan pertanian padi. Pekan ini, tak kurang dari 10.000 hektar lahan padi di Sragen, Blora, Cepu, dan sekitarnya terendam banjir.

Menurut Profesor Arwin Sabar, pakar pengelolaan sumber daya air dan konservasi dari Institut Teknologi Bandung, fenomena banjir besar yang melanda sejumlah daerah di Pulau Jawa disebabkan degradasi fungsi sungai dan daerah tangkapan air di daerah hulu. Hujan ekstrem yang dipicu gejala perubahan iklim memperparah banjir. "Tidak ada solusi terbaik selain mulai menggalakkan kembali pendekatan pembangunan berwawasan lingkungan," katanya.

Terancam longsor

Dari Madiun, Jawa Timur, kemarin dilaporkan, pada Jumat malam lalu terjadi longsor yang menghancurkan rumah warga Desa Batok, Gemarang, Kabupaten Madiun. "Wilayah di lereng Gunung Wilis itu rawan longsor. Setiap hujan deras, banyak warga mengungsi ke rumah tetangga sampai hujan berhenti," kata Kepala Desa Batok Gunarno. (APO/APA/INK/ACI/WHO/JON)

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved