Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Atribut Partai : Wajah Kota Kini Kian Semrawut

Format : Artikel

Impresum
- : , 2009

Deskripsi
Sumber:
Kompas: Senin, 16 Februari 2009 | 00:53 WIB
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/16/00531692/Wajah.Kota.Kini.Kian.Semrawut

Isi:

Pemandangan yang lazim ditemui nyaris sepanjang enam bulan terakhir adalah maraknya atribut partai politik, tentu saja wajah para calon anggota legislatif terpampang di setiap penjuru sudut kota di Jakarta. Warna-warni lambang partai dan foto-foto wajah yang dipoles menjadi semanis dan sewibawa mungkin dibingkai dalam lembaran kain, terlihat terpuruk, bertumpuk, dan compang-camping.

Lihat saja di pertigaan Jalan Swadarma dan Jalan Ciledug Raya, Jakarta Selatan. Kesan kumuh terasa karena jalan tersebut selalu dihiasi kemacetan. Kondisi itu kini diperburuk dengan adanya sejumlah spanduk berlambang partai dan gambar diri para caleg. Atribut dalam berbagai ukuran dan aneka warna partai itu kini nyaris menghitam dan sobek di sana-sini.

"Sekarang ini makin banyak yang nempel bendera, spanduk, dan pamflet di dekat tiang lampu merah itu. Pernah salah satu spanduk ikatannya lepas dan berkibar-kibar terbawa angin sampai menutupi lampu merah. Lalu lintas tambah kacau aja saat itu," kata Iqbal, karyawan warung makan di Swadarma, Kamis (12/2).

Pemasangan atribut parpol yang mengganggu estetika kota juga terlihat antara Sarinah dan Bundaran Patung Kuda di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat. Meskipun dipasang di tiang-tiang di pembatas jalan yang telah disediakan, tinggi bendera tidak seragam, warnanya pun amat kusam.

Hal senada juga terlihat di perempatan Pasar Jumat-TB Simatupang atau di pintu keluar Tol Cibubur hingga menuju arah Jalan Radar Auri, Cisalak, Cimanggis, Depok.

Warna spanduk atau bendera partai itu menjadi mudah kusam karena pemesannya umumnya mencari yang paling murah. Dengan demikian, atribut itu mudah luntur.

"Membuat bendera itu biayanya murah, antara Rp 500 dan Rp 9.000 per lembarnya. Kalau mau yang bagus kualitas kain dan warnanya, sebenarnya bisa pesan khusus. Namun, rata-rata yang pesan ambil yang paling murah. Akibatnya, warna bendera cepat pudar, apalagi terkena hujan, panas, dan asap terus-terusan," kata Abidin, perajin atribut parpol di Pasar Senen, lantai 1.

Selain memesan atribut berbiaya murah, sebagian aktivis parpol ataupun pendukung caleg tertentu memasang bendera atau spanduk di tiang lampu jalan, lampu lalu lintas, hingga jembatan penyeberangan. Hal ini membuat kondisi semakin runyam.

Padahal, sudah ditetapkan dalam Keputusan Komisi Pemilihan Umum Daerah Nomor 01 Tahun 2008 tentang Ketentuan Lokasi dan Alat Peraga Kampanye Pemilihan Umum, tepatnya di Bab III tentang Lokasi Penyelenggaraan Kampanye dan Penempatan Alat Peraga Pemilu, Pasal 3 Ayat 3.

Dalam pasal itu disebutkan, lokasi atau areal yang dilarang untuk kampanye adalah kawasan Monas dan sekitarnya, kawasan Taman Menteng (Jakarta Pusat) dan sekitarnya, kawasan Lapangan Banteng (Jakarta Pusat), kawasan Taman Fatahillah (Kota Tua, Jakarta Barat) dan sekitarnya, kawasan Hotel Indonesia, kawasan Tugu Tani, sarana ibadah, sarana kesehatan, sarana pendidikan, terminal dan stasiun (termasuk sarana pengatur lalu lintas), serta gedung milik pemerintah.

Wagub berang

Senin (9/2) Wakil Gubenur DKI Jakarta Prijanto meminta partai politik dan calon legislatif segera menurunkan atribut pemilu yang mereka pasang seenaknya. "Segera turunkan, jangan pasang sembarangan. Jangan sampai Pemprov DKI Jakarta yang menurunkan secara paksa," tandas Prijanto yang saat itu mengaku sudah menerima keluhan warga soal pemasangan atribut kampanye yang semrawut.

Prijanto mengatakan, dasar penertiban alat peraga pemilu merujuk pada peraturan KPUD dan peraturan daerah tentang ketertiban. Ketika semua atribut partai politik dipasang di tempat yang terlarang, kata Wagub, tidak ada kata lain, tindakan tegas yang akan dilakukan.

Namun, sejauh pengamatan, sampai Kamis berbagai spanduk, papan baliho, dan stiker masih dipancang, digantung, dan ditempelkan di persimpangan jalan, tiang listrik, pagar, dan jembatan.

Saat dipertanyakan apakah Pemprov DKI juga akan melakukan penertiban alat peraga parpol dan caleg di titik wilayah reklame komersial? Prijanto mengatakan, "Itu juga menjadi perhatian Pemprov. Ketentuannya ada dalam peraturan KPUD."

Namun, sanksi ataupun tindakan tegas terhadap parpol dan caleg yang memasang atribut ataupun alat peraga di titik reklame komersial, kata Prijanto, baru tahap akan dibicarakan dengan KPUD. Setelah ada pembicaraan, baru akan ada realisasi tindakan di lapangan.

Akal-akalan

Ketua Serikat Pengusaha Reklame Jakarta (SPRJ) Didi Oerip Affandy mengatakan, titik reklame komersial banyak disewa partai politik dengan harga kontrak antara Rp 100 juta dan Rp 120 juta per bulan. Umumnya mereka menyewa untuk jangka waktu dua bulan. Penyewaan titik reklame komersial cukup laris, terutama yang berada di lokasi yang seharusnya terlarang untuk pemasangan atribut partai politik dan caleg.

"Saya sudah menyerukan kepada anggota saya untuk tetap memenuhi aturan. Jangan karena tergiur dengan tawaran sewa yang cukup besar sehingga mereka melanggar aturan," kata Didi Oerip.

Namun, kenyataannya kini telah banyak pelanggaran yang kasat mata, seperti di Jalan MT Haryono, S Parman, ujung Tomang, Plaza Semanggi, Gatot Subroto, Rasuna Said, Sudirman Senayan Pintu IX, seberang Hilton (Bendungan Hilir), dan di sekitar Tol Taman Mini Indonesia Indah.

Pemasangan atribut parpol atau caleg di titik reklame resmi menelikung peraturan yang berlaku. Selain menghindar dari larangan memasang atribut di lokasi tertentu, parpol atau caleg tidak terkena kewajiban izin dan tidak bayar pajak reklame karena mereka berhubungan langsung dengan perusahaan periklanan.

Didi menilai, pelanggaran terjadi karena KPUD sendiri tidak tegas dalam menetapkan peraturan dan sosialisasi alat peraga pemilu menggunakan media luar ruang.

"Beginilah jadinya," tandasnya. (PIN/NEL)

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved