Bangunan bergaya mansion gothic ini dibangun pada 1852 ketika Raden Saleh kembali ke Jakarta (Batavia) setelah beberapa tahun belajar dan tinggal di Eropa. Arsitektur rumah yang dirancang sendiri oleh Raden Saleh ini memiliki keunikan tersendiri.
Sejak Agustus lalu, tim dari Pusat Dokumentasi Arsitektur (PDA) bersama Badan Pelestarian Cagar Budaya Serang dan tim ahli di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mulai memetakan kondisi rumah Raden Saleh. Selain menganalisis kekuatan struktur bangunan seluas 1.365 meter persegi ini, para ahli juga membuat dokumentasi rumah Raden Saleh dengan teknologi pemindai tiga dimensi (3D).
Teknologi ini mampu mengukur dengan akurat. Bahkan, data gambar yang dihasilkan mampu mendeteksi kerusakan-kerusakan, seperti retakan di bagian yang tersembunyi. "Dengan teknologi ini kami bisa mendeteksi kerusakan struktural, seperti penurunan elevasi ataupun kemiringan rumah," kata Bramantara, ahli dokumentasi 3D dari Balai Konservasi Borobudur, yang ikut diterjunkan meneliti rumah tersebut saat ditemui beberapa waktu lalu.
Tim dari Balai Konservasi Borobudur baru bekerja awal pekan ini. Selama dua hari mereka memindai rumah Raden Saleh berikut lingkungan di sekitarnya. Tugas mereka untuk sementara memang hanya mendeteksi kerusakan struktural. Namun, dengan pengumpulan data yang lebih banyak lagi akan bisa didapatkan data-data lain yang lebih lengkap lagi untuk menampilkan kondisi bangunan dengan lebih lengkap.
PDA juga menggandeng konservator senior yang punya keahlian menganalisis material bangunan kuno, Hubertus Sabirin. Hubertus bersama tim mengambil beberapa sampel material untuk diperiksa di laboratorium, seperti sampel air tanah di bawah fondasi batu karang, sampel plesteran tembok, cat, dan lain-lain.
"Analisis material bangunan merupakan aspek penting dalam pekerjaan konservasi. Sebelum kami mengintervensi bangunan pusaka perlu diketahui jenis material yang dulu dipakai untuk membangun. Dengan analisis ini nanti kami akan membuat material yang sifatnya sama dengan material kuno itu," ungkap Hubertus selepas memeriksa kondisi air di bawah fondasi bekas rumah Raden Saleh.
Rumah Raden Saleh ini berada di dalam kompleks Rumah Sakit PGI Cikini yang berlokasi di Jalan Raden Saleh. Seluruh areal rumah sakit yang luasnya mencapai 5,7 hektar itu dulu merupakan bagian dari halaman mansion(rumah besar) milik Raden Saleh. Halaman yang menjadi bagian dari properti Raden Saleh tidak hanya di RS PGI Cikini, tetapi juga hingga ke areal yang kini dipakai untuk Taman Ismail Marzuki dan kampus Institut Kesenian Jakarta (IKJ).
Sebelum menjadi Taman Ismail Marzuki dan IKJ, areal itu dipakai Raden Saleh untuk mendirikan taman botanik dan kebun binatang yang kemudian dipindahkan ketika Ragunan sudah dibangun. Pada masa Perang Dunia II, areal yang ditempati rumah besar Raden Saleh ini diubah menjadi rumah sakit bernama Koningin Emma Hospitaal atau Queen Emma Hospital yang kemudian berganti nama menjadi RS PGI Cikini.
Mendesain sendiri
Raden Saleh Sjarif Boestaman (1811-1880) adalah pelukis berdarah Jawa-Arab. Saat remaja ia dikirim keluarganya untuk menimba ilmu melukis ke Eropa. Di sana Raden Saleh aktif berkarya dan membuat pameran lukisan tentang Indonesia. Melalui lukisannya ia tidak hanya bercerita tentang keindahan Indonesia, tetapi juga menggambarkan bagaimana Indonesia adalah negeri yang kuat.
Salah satu lukisannya yang banyak dikaji para ahli lukisan selama puluhan tahun adalah lukisan Penangkapan Diponegoro. Melalui lukisan itu ia menginterpretasi ulang tentang penangkapan Diponegoro yang dikabarkan tanpa perlawanan.
Menurut kajian PDA, selain melukis, Raden Saleh juga bisa merancang rumah sendiri. Rumah di Cikini tersebut merupakan hasil karya Raden Saleh sendiri. PDA menelisik, arsitektur Rumah Raden Saleh tersebut dipengaruhi gaya arsitektur pseudo neo gothic dan eclectic. Raden Saleh terinspirasi dari gaya arsitektur Callenberg Castle yang pernah ia singgahi saat perjalanan ke Eropa pada 1844.
Pseudo neo gothic merupakan gaya arsitektur yang berkembang di Inggris akhir 1740-an. Adapun gaya eclectic yang mencampur dan mengombinasikan beragam elemen arsitektural mulai dipraktikkan akhir abad ke-19.
Rumah Raden Saleh ini merupakan satu-satunya bangunan mansion pusaka berukuran besar yang masih utuh di Jakarta. "Melihat kerusakannya memang sudah saatnya untuk dikonservasi. Ini merupakan satu-satunya arsitektur karya Raden Saleh," kata Febriyanti Suryaningsih, Direktur Eksekutif Pusat Dokumentasi Arsitektur, lembaga yang fokus mengumpulkan data-data arsitektur pusaka di Indonesia.
Rumah Raden Saleh ini sekarang dipakai sebagai kantor pengelola RS PGI Cikini. Bangunan dua lantai ini hanya dipakai di lantai satu, sedangkan lantai dua dibiarkan kosong karena sudah banyak yang rusak. Atap yang bocor menggerus plesteran dinding yang terbuat dari campuran pasir dan kapur.
Seluruh lantai di tingkat atas terbuat dari kayu jati. Seluruh kondisinya masih bagus. Namun, tim ahli konstruksi sedang mengumpulkan data untuk membuat analisis keseluruhan kekuatan struktur bangunan.
Untuk melaksanakan pekerjaan besar ini, PDA menggandeng Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta sebagai penyandang dana. PDA juga meminta bantuan kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Hasil dari penelitian awal ini akan diterbitkan PDA dalam bentuk dokumentasi sejarah dan arsitektur.