Museum Nasional dan Benteng di Indonesia

 

BentengDi beberapa wilayah Sumatera, ditemukan benteng  yang terbuat dari  tumpukan batu bersusun dan gundukan tanah. Kerajaan Melayu yang mulai berdiri pada abad 16 di Sumatera membangun benteng dari gundukan tanah. Masuknya pengaruh Hindu dan Budha dari India memberi pengaruh pada benteng  dari Kerajaan Kutai, kerajaan Hindu pertama di Nusantara. Demikian pula ketika Islam masuk, pengaruhnya terlihat dalam perkembangan kota khususnya kota pesisir pantai di Pulau Jawa.

Dari hasil penelusuran di wilayah Asia Tenggara, khususnya Indonesia, kota- kota kuno berdiri di pinggir sungai dan pantai. Mula-mula benteng hanya didirikan mengelilingi istana dan kegiatan ekonomi berlangsung di luar benteng. Di masa kekuasaan VOC di Nusantara, benteng dibangun untuk menjaga jalur perdagangan sekaligus sebagai pertahanan dan basis perluasan wilayah.

Kemudian  mulai  ada penguasa yang memerintahkan membangun benteng kota, hal ini terjadi terutama di Jawa. Bagi bangsa Belanda, dan Eropa pada umumnya, membangun benteng pertahanan kota sudah merupakan kebiasaan. Jika bangsa  Eropa membangun benteng mengelilingi kota, maka tidak demikian benteng kota dan keraton di Jawa yang tidak sepenuhnya mengelilingi kota. Di masa Jepang, untuk bertahan mereka memilih memanfaatkan atau membuat goa.

Demikian sedikit pengantar untuk pameran hasil penelitian benteng di Indonesia. Sebagai kesepakatan antara Pemerintah Belanda, Passchier Architects and Consultants (PAC),  Pusat Dokumentasi Arsitektur Indonesia (PDA), serta Dirjen Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, maka sekitar tahun lalu dimulai kerja sama dalam inventarisasi dan identifikasi benteng- benteng di Indonesia. Untuk sementara tim peneliti tersebut merekomendasikan formulasi kebijakan untuk pelestarian dan pengembangan benteng sebagai benda cagar budaya yang dilindungi; pelestarian fisik (pemugaran, konservasi, revitalisasi); dan pemanfaatan benteng.

Untuk lebih mengenal benteng-benteng yang ada di Indonesia khususnya di Jawa dan Sumatera, hasil penelitian PAC dan PDA ini akan dipamerkan di Museum Nasional (Museum Gajah) mulai 25 November - 14 Desember 2009 dengan tiket masuk hanya Rp 750. Malam ini Direktur Peninggalan Purbakala Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Depbudpar, Junus Satrio Atmodjo, akan membuka pameran bertajuk Inventarisasi dan Identifikasi Benteng-benteng di Indonesia.

BentengPada sekitar abad 19, Gubernur Jenderal van den Bosch mengusulkan agar pertahanan Jawa dilancarkan dari pedalaman, demikian pula pusat pemerintahan yang dipusatkan di pedalaman. Musuh dibikin agar tetap berada di pantai utara yang tak sehat sementara pelabuhan yang kondisinya bagus di pantai selatan, Cilacap, diperkuat dengan rumah jaga dalam jarak 7,5 km - 15 km sampai akhirnya benteng besar pun dibangun, termasuk di Nusa Kambangan. Benteng baru yang juga dibangun di Jawa antara lain adalah Willem I di Ambarawa, di Gombong, dan Ngawi. Tapi inti dari keberadaan benteng masih untuk menjaga jalur perdagangan, pertahanan, dan perluasan wilayah.

Dari sisi rancang bangun, benteng di Jawa tak berbeda jauh dengan benteng Belanda. Benteng di Jawa mengikuti perkembangan seni dan teknik bangunan pertahanan di Eropa. Berbentuk segi empat dengan dua bastion di sisi berseberangan dalam garis diagonal, lengkap dengan meriam. Selain itu  parit mengelilingi benteng.

Di masa pendudukan Jepang, benteng pertahanan dibikin seperti goa. Goa pertahanan ini dipakai sebagai lubang perlindungan, persembunyian, gudang senjata, dan sangat ampuh menahan laju armada Sekutu.


WARTA KOTA Pradaningrum Mijarto